PENGERTIAN,
LANDASAN FALSAFAH, DAN KAWASAN TEKOLOGI PENDIDIKAN
A.
Landasan Falsafah Teknologi Pendidikan
Filsafat dalam pendidikan merupakan teori umum
dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan, atau dapat
dikatakan sebagai teori yang dipakai dasar bagaimana ”pendidikan itu
dilaksanakan” sehingga mencapai tujuan. Oleh karena itu, sebagai sebuah ilmu
teknologi pendidikan juga memiliki landasan. Salah satunya adalah landasan
filosofis yang dapat dikaji melalui tiga kajian filsafat yaitu ontology,
epistimologi, dan aksiologi.
1. Ontologi
Ontologi bertolak atas penyelidikan tentang
hakekat ada (existence and being) (Brameld, 1955: 28). Pandangan
ontologI ini secara praktis akan menjadi masalah utama di dalam pendidikan.
Sebab, siswa (peserta didik) bergaul dengan dunia lingkungan dan mempunyai
dorongan yang kuat untuk mengerti sesuatu. Oleh karena itu teknologi pendidikan
dalam posisi ini sebagai bagian pengembangan untuk memudahkan hubungan siswa
atau peserta didik dengan dunia lingkungannya. Peserta didik, baik di
masyarakat atau di sekolah selalu menghadapi realita dan obyek pengalaman.
Secara tersusun Chaeruman dalam tulisannya
mengutip tulisan Prof. Yusuf Hadi Miarso bahwa ontology teknologi pendidikan
adalah :
a.
Adanya sejumlah besar orang belum terpenuhi
kesempatan belajarnya, baik yang diperoleh melalui suatu lembaga khusus, maupun
yang dapat diperoleh secara mandiri.
b.
Adanya berbagai sumber baik yang telah tersedia
maupun yang dapat direkayasa, tapi belum dimanfaatkann untuk keperluan belajar.
c.
Perlu adanya suatu proses atau usaha khusus
yang terarah dan terencana untuk menggarap sumber-sumber tersebut agar dapat
terpenuhi hasrat belajar setiap orang dan organisasi.
d.
Perlu adanya keahlian dan pengelolaan atas
kegiatan khusus dalam mengembangkan dan memanfaatkan sumber untuk belajar
tersebut secara efektif, efisien, dan selaras.
Dibawah ini adalah empat revolusi yang terjadi
di dunia pendidikan karena adanya masalah yang tidak teratasi dengan cara yang
ada sebelumnya, tetapi dilain pihak juga menimbulkan masalah baru. Masalah –
masalah itu dibatasi pada masalah utama, yaitu “belajar”. Menurut Sir Eric
Ashby (1972, h. 9-10) tentang terjadinya empat Revolusi di dunia pendidikan
yaitu:
Revolusi pertama terjadi pada saat orang tua
atau keluarga menyerahkan sebagian tanggungjawab dan pendidikannya kepada orang
lain yang secara khusus diberi tanggungjawab untuk itu. Revolusi pertama ini
terjadi karena orangtua/keluarga tidak mampu lagi membelajarkan anak-anaknya
sendiri.
Revolusi kedua terjadi pada saat guru sebagai
orang yang dilimpahkan tanggungjawab untuk mendidik. Pengajaran pada saat itu
diberikan secara verbal/lisan dan sementara itu kegiatan pendidikan
dilembagakan dengan berbagai ketentuan yang dibakukan. Penyebab terjadinya
revolusi kedua ini karena guru ingin memberikan pelajaran kepada lebih banyak
anak didik dengan cara yang lebih cepat.
Revolusi ketiga muncul dengan ditemukannya
mesin cetak yang memungkinkan tersebarnya informasi iconic dan numeric dalam
bentuk buku atau media cetak lainnya. Revolusi ketiga ini terjadi karena guru
ingin mengajarkan lebih banyak lagi dan lebih cepat lagi, sementara itu
kemampuan guru semakin terbatas, sehingga diperlukan penggunaan pengatahuan
yang telah diramuka oleh orang lain.
Revolusi keempat berlangsung dengan
perkembangan yang pesat di bidang elektronik dimana yang paling menonjol
diantaranya adalah media komunikasi (radio, televisi, tape dan lain-lain) yang
berhasil menembus batas geografi,
sosial dan politis secara lebih intens daripada media cetak. Penyebab revolusi
ini adalah karena guru menyadari bahwa tidaklah mungkin bagi guru untuk
memberikan semua ajaran yang diperlukan, dan karena itu yang lebih penting
adalah mengajarkan kepada anak didik tentang bagaimana belajar. Ajaran
selanjutnya akan diperoleh si pembelajar sepanjang usia hidupnya melalui
berbagai sumber dan saluran.
Dapat disimpulkan dari perkembangan revolusi
yang terjadi bahwa tujuan pendidikanlah yang harus menentukan sarana apa saja
yang dipergunakan atau dengan kata lain media komunikasi menentukan pesan (dan
karena itu tujuan) yang perlu dikuasai. Dengan ilustrasi diatas dapat disimpulkan
bahwa adanya masalah-masalah baru yaitu:
a.
adanya berbagai macam sumber untuk belajar
termasuk orang (penulis buku, prosedur media dll), pesan (yang tertulis dalam
buku atau tersaji lewat media), media (buku, program televisi, radio dll), alat
(jaringan televisi, radio, dll) cara-cara tertentu dalam mengolah/ menyajikan
pesan serta lingkungan dimana proses pendidikan itu berlangsung.
b.
Perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan,
baik secara konseptual maupun faktual.
c.
Perlu dikelolanya kegiatan pengembangan, maupun
sumber-sumber untuk belajar itu agar dapat digunakan seoptimal mungkin guna
keperluan belajar.
2. Epistemologi
Epistomologi atau Teori Pengetahuan berhubungan
dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya
serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki
oleh setiap manusia.
Pandangan epistemologi tentang pendidikan akan
membahas banyak persoalan-persoalan pendidikan, seperti kurikulum, teori
belajar, strategi pembelajaran, bahan atau sarana-prasarana yang mengantarkan
terjadinya proses pendidikan, dan cara menentukan hasil pendidikan.
M. Arif berpendapat bahwa epistimologi
(bagaimana) yaitu merupakan asas mengenai cara bagaimana materi pengetahuan
diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Ada 3 isi dari landasan
epistimologi teknologi pendidikan yaitu :
a.
Keseluruhan masalah belajar dan upaya
pemecahannya ditelaah secara simultan. Semua situasi yang ada diperhatikan dan
dikaji saling kaitannya dan bukannya dikaji secara terpisah-pisah.
b.
Unsur-unsur yang berkepentingan diintegrasikan dalam
suatu proses kompleks secara sistematik yaitu dirancang, dikembangkan, dinilai
dan dikelola sebagai suatu kesatuan, dan ditujukan untuk memecahkan masalah.
c.
Penggabungan ke dalam proses yang kompleks dan
perhatian atas gejala secara menyeluruh, harus mengandung daya lipat atau
sinergisme, berbeda dengan hal dimana masing-masing fungsi berjalan
sendiri-sendiri.
Sedangkan menurut Abdul Gafur (2007) untuk
mendapatkan teknoogi pendidikan adalah dengan cara:
a.
Telaah secara simultan keseluruhan
masalah-masalah belajar
b.
Pengintegrasian secara sistemik kegiatan
pengembangan, produksi, pemanfaatan, pengelolaan, dan evaluasi.
c.
Mengupayakan sinergisme atau interaksi terhadap
seluruh proses pengembangan dan pemanfaatan sumber belajar
3. Aksiologi
Aksiologi (axiology), suatu bidang yang
menyelidiki nilai-nilai (value) (candilaras, 2007). Menurut Wijaya Kusumah
dalam kajian aksiologi, yaitu apa nilai / manfaat pengkajian teknologi
pendidikan bisa diaplikasikan dalam beberapa hal, diantaranya
a.
Peningkatan mutu pendidikan (menarik, efektif,
efisien, relevan)
b.
Penyempurnaan system Pendidikan
c.
Meluas dan meratnya kesempatan serta akses
pendidikan
d.
Penyesuaian dengan kondisi pembelajaran
e.
Penyelarasan dengan perkembangan lingkungan
f.
Peningkatan partisipasi masyarakat
Sedangkan M. Arif menyatakan bahwa Aksiologi
(untuk apa) yaitu merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan yang telah
diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut. Landasan pembenaran
atau landasan aksiologis teknologi pendidikan perlu dipikirkan dan dibahas terus
menerus karena adanya kebutuhan riil yang mendukung pertumbuhan dan
perkembangannya. Menurutnya, landasan aksiologis teknologi pendidikan saat ini
adalah:
a.
Tekad mengadakan perluasan dan pemerataan
kesempatan belajar.
b.
Keharusan meningkatkan mutu pendidikan berupa,
antara lain:
Dalam hal ini Teknologi Pembelajaran secara aksiologis akan menjadikan pendidikan
menjadi:
·
Produktif
·
Ilmiah
·
Individual
·
Serentak / actual
·
Merata
·
Berdaya serap tinggi
Teknologi Pembelajaran juga menekankan pada
nilai bahwa kemudahan yang diberikan oleh aplikasi teknologi bukanlah tujuan,
melainkan alat yang dipilih dan dirancang strategi penggunaannya agar
menumbuhkan sifat bagaimana memanusiakan teknologi (A.L Zachri:2004).
B.
Definisi Teknologi pendidikan
Definisi teknologi pendidikan pada awal tahun
1920 dipandang sebagai media. Akar terbentuknya pandangan ini terjadi ketika
pertama kali diproduksi media pendidikan pada awal abad dua puluhan. Media ini,
sebagai media pembelajaran visual yang berupa film, gambar dan tampilan yang
mulai ramai pada tahun 1920. definisi formal pembelajaran visual terfokus pada
media yang digunakan untuk menampilkan sebuah pelajaran. Pandangan ini
berlanjut sampai 1950.
Awal tahun 1950, khususnya selama tahun 1960
dan 1970 sejumlah ahli dalam bidang pendidikan mulai mendiskusiakan teknologi
pendidikan dalam suatu yang berbeda. Mereka membahasnya sebagai suatu proses.
Contohnya Finn (1960) mengatakan bahwa teknologi pendidikan harus dipandang sebagai
suatu cara untuk melihat masalah pendidikan dan mneguji kemungkinan solusi dari
masalah tersebut. Sedangkan Lumsdaine (1964) mengatakan bahwa teknologi
pendidikan dapat dijadikan aplikasi ilmu pengetahuan pada praktek pendidikan.
Pada tahun 1960an dan 1970 banayak definisi teknologi pendidikan yang dipandang
sebagai suatu proses.
Di tahun 1963, definisi teknologi pendidikan
digambarkan bukan hanya sebagai sebuah media. Definisi ini (Ey, 1963)
menghasilkan dengan suatu komisi pengawas yang dibentuk olep Departemen
Pendidikan Audiovisual (sekarang dikenal sebagai Asosiasi Teknologi dan
Komunikasi Pendidikan). Definisi kini lebih memusat pada desain pembelajaran
dan penggunaan media sebagai pengendalian proses belajar. Lebih dari itu
pengertian kini lebih menganali serangkaian langkah-langkah penerapan,
perancangan, dan penggunaan. Langkah-langkah ini mencakup perencanaan,
produksi, pemilihan, pemanfaatan, dan manajemen. Perubahan disini mencerminkan
bahwa, bagaimana lingkungan dan kemajuan zaman dapat mengubah sebuah definisi
dan praktek dari teknologi pendidikan.
Definisi selanjutnya merupakan definisi tahun
1970-an yang dikeluarkan oleh Komisi Pengawas Teknologi Pendidikan. Komisi
pengawas ini dibentuk dan dibiayai oleh pemerintah Amerika Serikat untuk
menguji permasalahan dan manfaat potensial yang berhubungan dengan teknologi
pendidikan di sekolah-sekolah.
Definisi tahun 1977, Teknologi Pendidikan
adalah proses kompleks yang terintegerasi meliputi orang, prosedur, gagasan,
sarana dan organisasi untuk menganalisa masalah dan merancang. Melaksanakan,
menilai dan mengelola pemecahan masalah dalam segala aspek belajar manusia.
Definisi 1994, Teknologi instruksional adalah
praktek dalam mendesain, mengembangkan, memanfaatkan, mengelola dan menilai
proses-proses maupun sumber-sumber balajar.
Dari beberapa definisi di atas maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa terknologi pendidikan adalah suatu cara atau metode
yang sistematis yang tujuannya untuk pembelajaran yang lebih efektif sehingga peserta
didik dapat menerima materi dengan lebih baik, dengan rasa senang dan tanpa ada
paksaan.
C.
Hubungan Antar Kawasan Teknologi Pendidikan
Masing-masing kawasan teknologi pendidikan
bersifat saling melengkapi dan setiap kawasan memberikan kontribusi terhadap
kawasan yang lain dan kepada penelitian maupun teori yang digunakan bersama
oleh semua kawasan.
1. Kawasan
Desain
Beberapa faktor pemicu kawasan ini adalah :
a.
Artikel tahun 1954 dari B.F. Skinner “The
Science of Learning and the Art of Teaching” disertai teorinya tentang
pembelajaran berprogram;
b.
Buku tahun 1969 dari Herbert Simon “The
Science of Artifisial” yang membahas karakteristik umum dari pengetahuan
preskriptif tentang desain; dan
c.
Pendirian pusat-pusat desain bahan pembelajaran
dan terprogram, seperti “Learning Resource and Development Center” di
Universitas Pittburgh pada tahun 1960an (Barbara B. Seels, dan Rita C. Richey,
1994:30-31).
Desain adalah proses untuk menentukan kondisi
belajar. Tujuan desain adalah untuk menciptakan strategi dan produk pada
tingkat makro, seperti program dan kurikulum, dan pada tingkat mikro, seperti
pelajaran dan modul (Barbara B. Sells, Rita C. Richey, 1994).
Menurut Barbara B. Seels, dan Rita C. Richey
(1994:33-35) defenisi dan deskripsi dari masing-masing daerah liputan tersebut
adalah sebagai berikut:
a.
Desain Sistem Pembelajaran. Desain Sistem Pembelajaran
(DSI) adalah prosedur yang terorganisasi yang meliputi langkah-langkah
penganalisaan, perancangan, pengembangan, pengaplikasian dan penilaian
pembelajaran.
b.
Desain Pesan. Desain pesan meliputi
“perencanaan untuk merekayasa bentuk fisik dari pesan” (Grabowski, 1991 : 206).
Hal tersebut mencakup prinsip-prinsip perhatian, persepsi dan daya serap yang
mengatur penjabaran bentuk fisik dari pesan agar terjadi komunikasi antara
pengirim dan penerima.
c.
Strategi
Pembelajaran. Strategi Pembelajaran adalah spesifikasi untuk menyeleksi serta
mengurutkan peristiwa belajar atau kegiatan pembelajaran dalam suatu pelajaran.
d.
Karakteristik Pemelajar. Karakteristik
pemelajar adalah segi-segi latar belakang pengalaman pemelajar yang berpengaruh
terhadap efektivitas proses belajarnya.
2.
Kawasan Pengembangan
Kawasan pengembangan berakar pada produksi
media. Teknologi merupakan tenaga penggerak dari kawasan pengembangan, oleh
karena itu kita dapat merumuskan berbagai jenis media pembelajaran dan
karakteristiknya.
Kawasan pengembangan dapat diorganisasikan
dalam empat bidang garapan yaitu: teknologi cetak (yang menyediakan landasan
untuk kategori yang lain), teknologi audiovisual, teknologi berazaskan
komputer, dan teknologi terpadu. (Barbara B. Sells, Rita C. Richey, 1994).
a.
Teknologi Cetak. Teknologi cetak adalah cara
untuk memproduksi atau menyampaikan bahan, seperti buku-buku dan bahan-bahan
visual yang statis, terutama melalui proses pencetakan mekanis dan fotografis.
b.
Teknologi Audiovisual. Teknologi audiovisual
merupakan cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan menggunakan peralatan
mekanis dan elektronis untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual.
c.
Teknologi berbasis Komputer. Teknologi berbasis
computer merupakan cara-cara memproduksi dan menyampaikan bahan dengan
menggunakan perangkat yang bersumber pada mikroprosesor.
d.
Teknologi Terpadu. Teknologi terpadu merupakan
cara untuk memproduksi dan menyampaikan bahan dengan memadukan beberapa jenis
media yang dikendalikan computer.
3.
Kawasan Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses
dan sumber untuk belajar. Menurut Barbara B. Seels, dan Rita C. Richey
(1994:50-51) terdapat empat kategori dalam kawasan pemanfaatan yaitu :
Pemanfaatan media, difusi inovasi, implementasi dan institusionalisasi
(pelembagaan), serta kebijakan dan regulasi.
a.
Pemanfaatan Media. Pemanfaatan media ialah
penggunaan yang sistematis dari sumber untuk belajar. Prinsip-prinsip
pemanfaatan juga dikaitkan dengan karakteristik pemelajar.
b.
Difusi Inovasi. Difusi inovasi adalah proses
berkomunikasi melalui strategi yang terencana dengan tujuan untuk diadopsi.
Tujuan akhir yang ingin dicapai ialah untuk terjadinya perubahan. Proses
tersebut meliputi tahap-tahap seperti kesadaran, minat, percobaan dan adopsi.
c.
Implementasi dan Pelembagaan. Implementasi
ialah penggunaan bahan dan strategi pembelajaran dalam keadaan yang
sesungguhnya. Sedangkan pelembagaan ialah penggunaan yang rutin dan pelestarian
dari inovasi pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya organisasi.
d.
Kebijakan dan Regulasi. Kebijakan dan regulasi
adalah aturan dan tindakan dari masyarakat (atau wakilnya) yang mempengaruhi
difusi atau penyebaran dan penggunaan teknologi pembelajaran.
4.
Kawasan Pengelolaan
Pengelolaan meliputi pengendalian Teknologi
Pembelajaran melalui perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian dan supervisi.
Pengelolaan biasanya merupakan hasil dari penerapan suatu sistem nilai.
Kerumitan dalam mengelolah berbagai macam sumber, personil, usaha desain maupun
pegembangan akan semakin meningkat dengan membesarnya usaha dari sebuah
sekolah. Terdapat empat kategori dalam kawasan pengelolaan yaitu :
a.
Pengelolaan Proyek. Pengelolaan proyek meliputi
perencanaan, monitoring dan pengendalian proyek desain dan pengembangan.
b.
Pengelolaan Sumber. Pengelolaan sumber mencakup
perencanaan, pemantauan, dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan
sumber.
c.
Pengelolaan Sistem Penyampaian. Pengelolaan
sistem penyampaian meliputi perencanaan, pemantauan, pengendalian cara
bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan.
d.
Pengelolaan Informasi. Pengelolaan informasi
meliputi perencanaan, pemantauan dan pengendalian cara penyimpanan,
pengiriman/pemindahan atau pemrosesan informasi dalam rangka tersedianya sumber
untuk kegiatan belajar.
5.
Kawasan Penilaian
Penilaian dalam pengertian yang paling luas
adalah aktivitas manusia sehari-hari. Dalam kehidupan sehari-hari kita selalu
menakar nilai aktivitas atau kejadian berdasarkan kepada sistem penilaian
tertentu. Penilaian ialah proses penentuan memadai tidaknya pembelajaran dan
belajar. Penilaian mulai dengan analisis masalah. (Barbara B. Sells, Rita C.
Richey, 1994).
Dalam kawasan penilaian terdapat empat
subkawasan yaitu :
a.
Analisis Masalah. Analisis masalah mencakup
cara penentuan sifat dan parameter masalah dengan menggunakan strategi
pengumpulan infomasi dan pengambilan keputusan.
b.
Pengukuran Acuan-Patokan (PAP). Pengukuran
acuan patokan meliputi teknik-teknik untuk menentukan kemampuan pemelajar
menguasai materi yang telah ditentukan sebelumnya. PAP memberikan informasi
tentang penguasaan seseorang mengenai pengetahuan, sikap, atau keterampilan
yang berkaitan dengan tujuan.
c.
Penilaian Formatif dan Sumatif. Penilaian
formatif berkaitan dengan pengumpulan informasi kecukupan dan penggunaan
informasi ini sebagai dasar pengembangan selanjutnya. Sedangkan penilaian
sumatif berkaitan dengan pengumpulan informasi tentang kecukupan untuk
pengambilan keputusan dalam hal pemanfaatan. (Barbara B. Seels, dan Rita C.
Richey, 1994:61-63).
Dengan
adanya kawasan sebagaimana dikemukakan di atas, teknologi pembelajaran sampai
dengan masa definisi 1994 telah memiliki kepastian tentang ruang lingkup
wilayah garapannya. Meski ke depannya jumlah kawasan beserta kategorinya akan
semakin berkembang, sejalan dengan perkembangan dalam bidang teknologi dan
pendidikan, serta disiplin ilmu lainnya yang relevan, sebagai penopangnya.
Setiap kawasan tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi memiliki hubungan yang
sinergis.
DAFTAR PUSTAKA
Arif AM, M. 2010. Teknologi Pendidikan. Kediri:
STAIN Kediri Press.
B. Uno, Hamzah. 2009. Perencanaan Pembelajaran.
Jakarta: Bumi Aksara.
Miarso, Yusuf
Hadi. 1986. Definisi Teknologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Miarso, Yusufhadi. 2011. Menyemai Benih
Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada
Nasution.1987. Teknologi Pendidikan. Bandung:
Jemmars.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar